PEMUDA PERSATUAN ISLAM HARJAMUKTI

بسم الله الر حمن الر حيم
! انا مسلم قبل كل شيئ
AHLAN WA SAHLAN, IKHWATU IMAN

SEMOGA KITA SEMUA DALAM RAHMAT DAN LINDUNGAN ALLAH AZZA WAJALLA


Minggu, 22 Juli 2012

ROKAAT DAN KAIFIYYAT SHALAT MALAM NABI SAW

ROKAAT DAN KAIFIYYAT SHALAT MALAM NABI SAW

Ada beberapa macam kaifiyyat shalat malam Nabi saw yang menjadi pilihan buat kita, bila kita simpulkan pelaksanannya ada 2 cara:

Yang Pertama : setiap dua raka’at salam, hal ini berdasarkan hadits :
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنًى مَثْنًى shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at
HR Muslim 1 : 333 No 749 dari Ibnu Umar.

Pelaksanaan hadits tersebut diterangkan dengan tiga cara yaitu :

1. 13 Rokaat dengan 2+2+2+2+2+2+1, Sebagaimana Hadits Ibnu Abbas:

أَنْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ بَاتَ عِنْدَ مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ خَالَتُهُ...فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ( قَالَ اْلقَعْنَبِيُّ) : سِتَّ مَرَّاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى جَاءَهُ اْلمُؤَذِّنُ فَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ.
Sesungguhnya Abdullah Bin Abbas mengabarkan pada Kuraib bahwa dia menginap di bibinya, yakni Maimunah istri Nabi SAW , (Ibnu Abbas menturkan). Nabi SAW Sholat 2 rokaat, 2 rokaat, 2 rokaat, 2 rokaat, 2 rokaat, 2 rokaat (Alqo’nabi berkata) 2 rokaat sebanyak 6x kemudian witir 1 rokaat lalu tidur sampai muadzin datang membangunkan, kemudian Nabi SAW Sholat 2 rokaat khofifatain ( qobliyah Subuh) kemudian keluar lalu sholat Subuh.
HR Al Muwatho’, Imam Malik 1:76 No 261 Muslim 1 : 344 No 765, Al Fathur Robani 4 : 250-251 No 1020.

2. 11 Rokaat dengan 2+2+2+2+2+1, Sebagaimana Hadits Aisyah:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِيْمَا أَنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاَةِ اْلعِشَاءِ إِلَى أَنْ يَنْصَدِعَ اْلفَجْرُ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلَّمُ مِنْ كُلِّ اثْنَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ.
Dari Aisyah berkata : Rosululloh sholat malam pada waktu sesudah sholat Isya sampai dekat waktu subuh 11 rokaat Beliau salam setiap dua rokaat dan berwitir dengan 1 rokaat.
HR Abu Daud 2:39 No 1336, Al Muatha’ 1:75 No 258 Ibnu Majah 1: 427 No 1358, Al Fathur Robani 4:267 No 1027.

3. 11 Rokaat dengan 2+2+2+5, Sebagaimana Hadits Aisyah :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ...يُصَلِّى سِتًّا مَثْنًى مَثْنًى وَيُوْتِرُ بِخَمْسٍ لاَ يَقْعُدُ بَينَهُنَّ إِلاَّ فِى آخِرِهِنَّ.
Dari Aisyah berkata: Rosulullah SAW sholat malam...beliau sholat 6 rokaat dengan cara 2 rokaat, 2 rokaat kemudian witir 5 rokaat tidak duduk di 5 rokaat itu melainkan di rokaat yang terakhir.
HR Abu Daud 2:45 No 1359, Aunul Ma’bud 3:144 No 1356 Nailul Author 3: 44 No 925

Hadits yang semakna dengan riwayat di atas ada dalam shohih Muslim masih dari Aisyah

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ...يُوْتِرُ مِنْهَا بِخَمْسٍ لاَيَجْلِسُ فِى شَيْءٍ مِنَ اْلخَمْسِ حَتَّى يَجْلِسَ فِى اْلأَخِرَةِ فَيُسَلِّمُ.

Dari Aisyah berkata : Rosulullah SAW sholat malam....Beliau berwitir dengan 5 rokaat, tidak duduk dari 5 rokaat itukecuali di rokaat terakhir lalu salam. HR Muslim 1 : 328 No 737 , Abu Daud 2 : 39 No 133

Yang Ke dua, ada sekitar enam cara selain Matsna-matsna, diantaranya:

4. 11 Rokaat dengan 8 + 2 + 1, Sebagaimana Hadits Aisyah :

( عَنْ عاَئِشَةَ )...يُصَلِّى ثَمَانَ رَكْعَاتٍ لاَيَجْلِسُ فِيْهِنَّ إِلاَّ عِنْدَ الثَامِنَةِ فَيَجْلِسُ فَيَذْكُرُ الله َ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ يَدْعُوْ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعُنَا ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَةً فَتِلْكَ إِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً يَابُنَيَّ
Dari Aisyah : Nabi SAW sholat malam 8 rokaat, Beliau tidak duduk melainkan pada rokaat ke 8 saja,ia dzikir kepada Allah , kemudian berdoa (membaca Tasyahud ) kemudian salam yang ia perdengarkan pada kami kemudian sholat 2 rokaat sambil duduk, sesudah salam Beliau sholat 1 rokaat. Yang demikian itu 11 rokaat wahai anakku.
HR Abu Daud 2 : 41 No 1343, Al Fathur Robani 4 : 261 No 1031

5. 11 Rokaat dengan 9 + 2, Sebagaimana Hadits Aisyah :

...وَيُصَلِّى تِسْعَ رَكَعَاتٍ لاَيَجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِى الثَّمِنَةِ فَيَذْكُرُ الله َ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوْهُ ثُمَّ يَنْهَضُ وَلاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ الله َ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوْهُ ثُمّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعُنَا ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَمَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ فَتِلْكَ إِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً يَابُنَيَّ.
Nabi SAW sholat malam 9 rokaat, tidak duduk melainkan di rokaat 8 lalu dzikir kepada Allah, memuji dan berdoa ( membaca tasyahud ) kemudian bangkit berdiri tidak salam, kemudian sholat ke rokaat yang ke 9 kemudian duduk tasyahud lalu salam yang Beliau perdengarkan pada kami kemudian sholat 2 rokaat sesudah salam sambil duduk, yang demikian itu 11 rokaat wahai anakku. HR Muslim 1 : 332 No 746 Nailul Author 3 : 45 No 926

6. 11 Rokaat dengan 8 + 3, berdasarkan hadits Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra

عَنْ عَامِرٍ الشَعِبِيُّ قَالَ سَأَلْتُ عَبْدَاللهِ بْنَ عَبَّاسٍ وَ عَبْدَاللهِ بْنَ عُمَرَ عَنْ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ بِاللَّيْلِ...مِنْهَا ثَمَانٍ وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الفَجْرِ
Dari Amir As Syaibii berkata : Aku bertanya kepada Abdullah Bin Abas dan Abdullah Bin Umar tentang sholat malam Rosulullah SAW ,...mereka menjawab : 8 rokaat dan berwitir dengan 3 rokaat dan 2 rokaat sesudah masuk wakt Subuh ( Qobliyah Subuh ). HR Ibnu Majah 1 : 328 No 1361

...عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ وَيُوْتِرُ بِثَلاَثٍ وَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الفَجْرِ
...Dari Ibnu Abas : Rosulullah SAW sholat malam 8 rokaat dan witir dengan 3 rokaat serta sholat 2 rokaat sebelum sholat subuh ( Qobliyah Subuh ). HR An Nasai 3 : 236 No 1703 Ibnu Majah 1 : 328 No 1461.

7. 11 Rokaat dengan 8 + 1 +2, berdasarkan hadits Aisyah ra

عَنْ أَبِى سَلَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ فَقَالَتْ كَانَ...يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوْتِرُ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكَعَتَيْنِ بَيْنَ النِدَاءِ وَاْلإِقَامَةِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ

Dari Abu Salamah Berkata: Aku bertanya pada Aisyah tentang sholat Rosulullah SAW lalu Aisyah menjawab : Nabi Sholat 8 Rokaat kemudian witir kemudian sholat 2 rokaat sambil duduk bila mau ruku’, Nabi berdiri lalu ruku’ kemudian sholat 2 rokaat ( Qobliyah Subuh ) di antara Adzan dan Qomat dari Sholat Subuh.
HR Muslim 1:329 No 739, Syarah Shohih Muslim 6: 261 No 172.

Kaifiyat sholat dari hadits tersebut diterangkan dengan hadits berikut :

عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ كَانَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ...وَكَانَ يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ وَيُوْتِرُ بِرَكْعَةٍ ثُمَّ يُصَلِّى ( قَالَ مُسْلِمٌ ) بَعْدَ الوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ قَاعِدٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ وَيُصَلِّى بَيْنَ أَذَانَ الْفَجْرِ واْلإِقَامَةِ رَكْعَتَيْنِ

Dari Abu Salamah dari Aisyah sesunguhnya Nabi Allah sholat malam..., Beliau sholat 8 rokaat dan berwitir dengan 1 rokaat kemudian sesudah witir, sholat 2 rokaat sambil duduk, bila mau ruku’ Beliau berdiri lalu ruku’ dan Nabi sholat antara Adzan dan Qomat Subuh dengan 2 rokaat (Qobliyah Subuh). HR Abu Daud 2 : 39 No 139

8. 9 Rokaat dengan 7 + 2, sebagaimana hadits Aisyah ra

( عَنْ عَائِشَةَ ) ... فَلَمَّ أَسَنَّ وَأَخَذَ اللَّحْمُ أَوْتَرَ بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ لَمْ يَجْلِسْ إِلاَّ فِى السَّادِسَةِ وَالسّاَبِعَةِ وَلَمْ يُسَلِّمْ إِلاَّ فَى السَّابِعَةِ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَتِلْكَ هِيَ تِسْعُ رَكَعَاتٍ يَابُنَيَّ.
Dari Aisyah... tatkala Nabi SAW sudah semakin tua dan gemuk Beliau berwitir dengan 7 rokaat, tidak duduk melainkan di rokaat yang ke 6 dan 7 dan tidak salam melainkan di rokaat yang ke 7 kemudian sholat 2 rokaat sambil duduk, maka yang demikian itu 9 rokaat wahai anakku.

HR An-Nasai 3 : 241 No 1717, Abu Daud 2 : 41 No 1342 dan 2 : 43 No 135, Aunul Ma’bud 3 : 135 No 1339.

Catatan : Tahajud dengan 7 + 2 ini bisa diamalkan karena kondisi.

9. 11 Rokaat dengan 4 + 4 + 3, sebagaimana Hadits Aisyah ra

عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى رَمَضَانَ ؟ فَقَالَتْ : مَاكَانَ رسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْذُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَهُ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَتَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَتَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا.
Dari Abu Salamah Bin Abdur Rahman Sesungguhnya ia bertanya pada Aisyah istri Nabi SAW bagaimanakah cara sholat Rosulullah SAW di Bulan Romadhan ? Aisyah menjawab : Rosulullah SAW sholat, tidak lebih dari 11 rokaat baik di bulan Romadhan dan di bulan yang lainnya Beliau sholat 4 rokaat , jangan kamu tanya tentang bagus dan lamanya kemudian sholat 4 rokaat , jangan kamu bertanya tentang bagus dan lamanya lalu sholat 3 rokaat.

HR Bukhari 3 : 5, Fathul Bari 3 : 40 No 1137, Al Mutta 1 : 76 No 259, Abu Daud 2 : 40 No 1351,
At Tirmidzi 1 : 442 No 439, An Nasai 3 : 233 No 169, Muslim 1 : 329 No 738.

Sholat 4 + 4 + 3 ini selain merupakan salah satu pilihan dari beberapa kaifiyat sholat witir, tahajjud, atau qiyamul lail, juga merupakan kaifiyat khusus untuk tarawih ( Qiyamu Romadhan). Hal ini berdasarkan beberapa alasan:

1. Tidak ada satu dalilpun yang jelas dan tegas untuk tarawih selain 4 + 4 + 3
2. Aisyah lebih mengetahui dari semua manusia tentang sholat malamnya Nabi SAW baik di Romadhan atau di luar Romadhan
3. Abu Salamah Bin Abdur Rahman menanyakan secara khusus kepada Aisyah tentang kaifiyat sholat tarawihnya Nabi SAW dengan pertanyaan “ Bagaimanakah tata cara sholat nya Rosulullah SAW di bulan Romadhan”
4. Abu Salamah Bin Abdur Rahman bertanya kepada Aisyah dua kali yaitu tentang sholat tahajjudnya Nabi dan tentang tarawih.
5. Aisyah bukan hanya shohibul hikayat (bercerita) tapi juga sebagai shohibul waqi’ (pelaku tarawih 4+4+3)
6. Dalil tarawih 4+4+3 bersifat qothiyud dlilalah (penunjukkannya pasti) karena selain dengan pertanyaan yang khusus dari Abu Salamah Bin Abdur Rahman kepada Aisyah juga ada penunjukkan yang pasti yaitu dengan kalimat “fi Romadhan”
7. Jika tarawih menggunakan dalil Qiyamul lail lalu kaifiyat yang mana yang akan diambil dari sekian banyak kaifiyat yang ada bahkan untuk mengamalkan dengan dalil sholatul lail matsna-matsna pun harus mengamalkan semua dalil matsna-matsna yang ada.
8. Sholat tarawih selain 4 + 4 + 3 dengan dalil sholatul lail matsna-matsna atau dengan dalil qiyamul lail tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan sholat tarawih karena semua dalilnya bersifat zhoniyud dlilalah (penunjukannya tidak pasti).sebab yang namanya sholatul lail mungkin Romadhan mungkin juga bukan Romadhan.Dalam Kaidah Ushul Fiqih:” sesuatu yang belum pasti dapat digugurkan dengan sesuatu yang sudah pasti” karena kaifiyyat yang lain selain 4-4-3 belum tentu untuk Ramadhan, tetapi 4-4-3 sudah pasti untuk Ramadhan.

ADAKAH SYARI'AT MENGUCAPKAN : MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN.

ADAKAH SYARI'AT MENGUCAPKAN : MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN.

Mari kita simak materi berikut ini:

SYARIAT ISLAM DI SEPUTAR IED
oleh Amin Saefullah Muchtar pada 1 September 2010 pukul 0:05 ·

I. Amal Sebelum Berangkat Ke Lapang

A. Menyalurkan Zakat Fitrah kepada mustahiq

Ibnu Umar berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الفِطْرِ قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلىَ الصَّلاَةِ - رواه مسلم -

Rasulullah saw. memerintah dengan zakat fitrah, supaya dilakukan sebelum orang keluar (pergi) ke salat (hari raya). H.r. Shahih Muslim, I : 393

Sedangkan di dalam redaksi At-Tirmidzi diterangkan sebagai berikut :

كَانَ يَأْمُرُ بِإِخْرَاجِ الزَّكَاةِ قَبْلَ الْغُدُوِّ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ

"Sesungguhnya Rasulullah saw. memerintah untuk mengeluarkan zakat (fitrah) pada hari fitri sebelum pergi salat (hari raya)". H.r. At-Tirmidzi.

Sesuai sunah Rasul bahwa waktu menyalurkan zakat fitrah itu pada hari raya, yaitu sejak terbit fajar hingga selesai salat hari raya (Ied) setempat (keterangan lebih lengkap disajikan pada makalah khusus)

B. Disunahkan mandi dan berparfum serta berpakaian dengan pakaian terbagus.

أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم فِي الْعِيْدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدَ مَا نَجِدُ

Rasulullah saw. telah menyuruh kami pada hari ied agar memakai pakaian dan wewangian yang terbaik. H.r. al-Hakim

Dari Nafi sesungguhnya Abdullah bin Umar senantiasa mandi pada hari raya Idul Fitri, sebelum berangkat ke tempat shalat. H.r. Malik

Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar berkata, “Umar pernah membeli baju besar terbuat dari sutra yang dijual di pasar, lalu membawanya kepada Rasulullah saw. sambil berkata, ‘Ya Rasulullah, belilah baju besar ini untuk memperindah diri di hari raya dan untuk menyambut tamu-tamu utusan!’ Rasulullah berkata,

إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ.

“Baju ini hanya untuk orang yang tidak memiliki bagian di akhirat” H.r. Al-Bukhari

Hadis tersebut menunjukkan bahwa memperindah diri pada hari raya adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh para sahabat, dan Nabi saw. telah memberikan taqrir (ketetapan) terhadap Umar. Adapun teguran beliau terhadap Umar dikarenakan membeli baju besar yang terbuat dari sutra.

Jabir berkata, “Rasulullah saw. memakai jubah (baju besar) pada dua hari raya dan hari Jum’at.” H.r. Ibnu Khuzaimah

Dengan demikian hendaknya seseorang memakai baju yang terbagus manakala keluar pada hari raya.

C. Makan sebelum berangkat ke lapang

Rasulullah saw sangat menganjurkan orang yang akan berangkat menuju mushala pada hari raya iedl fitri untuk makan terlebih dahulu dan hal ini berbeda dengan hari raya idul adha. anjuran ini telah menjadi kebiasan amaliyah beliau.

عَنْ أَنَسٍ رَضي اللَّهُ عنهُ قالَ: كانَ رسُولُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم لاَ يَغْدُو يوْمَ الفِطْر حَتَّى يَأْكُلَ تَمَراتٍ أَخْرَجَهُ البخاريُّ

Dari Anas, ia berkata, ”Rasulullah saw. tidak berangkat salat pada hari iedul fithri sampai beliau makan beberapa buah kurma.” H.r. Al-Bukhari

عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغْدُوْ يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ - رواه ابن ماجه والترمذي -

Dari Buraidah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. tidak berangkat menuju mushala pada hari fitri sehingga makan terlebih dahulu, dan beliau tidak makan terlebih dahulu untuk idul adha sehingga kembali. H.r.Ibnu Majah dan At-Tirmidzi

II. Amal Ketika di Perjalanan & di Tempat Salat Ied

A. Dianjurkan membedakan jalan yang dilalui waktu berangkat dan kembali dari mushala

Rasulullah saw. membiasakan apabila berangkat menuju ke mushala (tanah lapang) pada waktu ied, beliau menyengaja membedakan jalan yang ditempuh ketika berangkat menuju mushala dengan jalan yang ditempuh ketika beliau kembali kerumah.

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْعِيْدِ خَالَفَ الطَّرِيْقَ. - رواه البخاري -

Dari Jabir r.a, ia mengatakan, “Nabi saw. apabila hari ied beliau suka membedakan jalan (pergi dan pulang)” H.r.Al-Bukhari

Dan di dalam hadis lain diterangkan,

عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ إِلَى العِيْدِ يَرْجِعُ فِي غَيْرِ الطَّرِيْقِ اَّلذِي خَرَجَ فِيْهِ. - رواه أحمد ومسلم والترمذي -

Dari Abu Huraerah r.a, ia mengatakan, "Rasulullah saw. apabila keluar menuju Ied, beliau kembali melalui jalan lain yang dilaluinya ketika berangkat." H.r. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi

B. Takbiran

Rasulullah saw. mensunahkan takbiran pada hari raya, sejak keluar dari rumah untuk menuju tempat salat,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وآله وسلم كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ وَالتَّهْلِيْلِ حَالَ خُرُوْجِهِ إِلَى الْعِيْدِ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى

Dari Ibnu Umar sesungguhnya Nabi saw. bertakbir dan bertahlil (menyebut laa ilaha illallah) dengan suara keras dari mulai keluar hendak pergi salat iedul fitri hingga sampai ke lapang. H.r. Al-Baihaqi, Nailul Authar III:355

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى

“Sesungguhnya Rasulullah saw. keluar pada hari iedul fitri dengan bertakbir hingga sampai di lapang” H.r. Ibnu Abu Syibah, al-Mushannaf, I:487

كَانَ يَغْدُوْ إِلَى المُصَلَّى يَوْمَ الفِطْرِ إِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ، فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِىَ المُصَلَّى ثُمَّ يُكَبِّرُ بِالمُصَلَّى حَتَّى إِذَاجَلَسَ الإِمَامُ تَرَكَ التَّكْبِيْرَ. - رواه الشافعي -

Ibnu Umar berangkat pagi-pagi menuju mushala (tanah lapang) pada hari iedul fitri apabila terbit matahari, maka beliau bertakbir sehingga mendatangi mushala dan terus beliau bertakbir di mushala itu, sehingga apabila imam telah duduk beliau meninggalkan takbir. H.r. As-Syafi’i

وَقَالَ الحَاكِمُ : وَهَذِهِ سُنَّةٌ تُدَاوِلُهَا أَئِمَّةُ اَهْلِ الحَدِيْثِ وَصَحَّتْ بِهِ الرِّوَايَةُ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ وَغَيْرِهِ مِنَ الصَّحَابَةِ. -المستدرك على الصحيحين : 1 : 298

Dan Al-Hakim Mengatakan, "Ini adalah sunah yang digunakan oleh para ahli hadis, dan sahih tentang ini riwayat dari Abdullah bin Umar dan lain-lain dari kalangan sahabat." (Al-Mustadrak alas Sahihain, I : 298)

Adapun takbiran semalam suntuk pada malam Idul Fitri tidak ada dalilnya. Pada umumnya berdasarkan penafsiran terhadap Surat al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi;

وَلِتُكْمِلُوا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوْا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur.

Ditafsirkan demikian karena ditemukan hadis sebagai berikut,

مَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ الفِطْرِ وَلَيْلَةَ الأَضْحَى لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ القُلُوْبُ.

Barang siapa menghidupkan malam Fithri dan malam Adha, ia tidak akan mati hatinya di kala hati orang-orang menjadi mati. H.r. At-Thabrani

Berdasarkan penelitian kami, hadis ini adalah hadis Maudlu (palsu). Artinya hadis ini dibuat atas nama Rasulullah, karena di dalam sanad hadis ini terdapat seorang rawi bernama Umar bin Harun As-Tsaqafi Al-Balkhi. Ali bin Al-Husain bin Al-Jundi Ar-Razi mengatakan,"Saya mendengar Yahya bin Main mengatakan, 'Umar bin Harun itu kadzdzab (tukan dusta), ia datang ke Makah, Ja'far bin Muhammad telah wafat. ia menceritakan menerima hadis dari yang sudah wafat itu. “(Tahdzibul Kamal fi Asmail Rijal, XXI : 525)

Dengan demikian ayat di atas tidak tepat dijadikan landasan bertakbiran malam ied, bahkan tidak ada kaitan dengan takbiran malam hari raya semalam suntuk apalagi dengan berkeliling dengan berbagai tetabuhan yang menimbulkan kegaduhan dan kebisingan. Karena hadis yang menerangkan tentang bangun (tidak tidur) semalam suntuk sangat lemah bahkan palsu. Sampai saat ini kami belum menemukan alasan lain selain yang telah dipaparkan di atas.

Sedangkan bertakbir pada iedul adha dilakukan sejak subuh 9 Dzulhijjah hingga ashar 13 dzulhijjah.

عَنْ عَلِيٍّ وَعَمَّارِ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم… وَكَانَ يُكَبِّرُ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ بَعْدَ صَلاَةَ الْغَدَاةِ وَيَقْطَعُهَا صَلاَةَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ

Dari Ali dan Ammar sesungguhnya Nabi saw… dan beliau bertakbir sejak hari Arafah setelah salat shubuh dan menghentikannya pada salat Ashar di akhir hari tasyriq (13 Dzulhijjah). H.r. Al-Hakim, al-Mustadrak, I:439; al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, III:312

Membacanya tidak terus menerus, melainkan bila ada kesempatan, baik ketika berkumpul di masjid atau di rumah masing-masing atau berbagai kesempatan lainnya, sebagaimana diamalkan oleh Ibnu Umar:

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنىً تِلْكَ اْ لأَ يَّامَ وَخَلْفَ الصَّلَوَ اتِ وَ عَلَى فِرَ اشِهِ وَ فِيْ فُسْطَاطِهِ وَ مَجْلِسِهِ وَ مَمْشَاهُ تِلْكَ اْلأَيَّامَ جَمِيْعًا

Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu(Tasyriq) setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majelis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya" H.r. Al-Bukhari

B.1. Cara bertakbiran

Takbir hari raya terus dilakukan sejak keluar dari rumah menuju mushala (lapangan) sebelum dilakukan salat dan biasanya dilakukan dengan cara saling berganti, satu atau dua orang bertakbir, dan setelah itu lalu orang bersama-sama takbir. cara bertakbir seperti ini boleh dilakukan bahkan sesuai dengan yang dilakukan di masa Rasulullah saw. berdasarkan hadis.

وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الفِطْرِ وَاللأَضْحَى....وَالْحُيَّضُ يَكُنْ خَلْفَ النَّاسِ يُكَبِّرْنَ مَعَ النَّاسِ. وَلِلْبُخَارِيِّ : قَالَتْ اُمُّ عَطِيَّةَ : كُنَّا نُأْمَرُ أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ. - نيل الأوطار، 3 : 349 -

Dari Umi Athiyah r.a, ia mengatakan,"Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk mengeluarkan mereka pada hari raya iedul fitri dan adha....,dan perempuan-perempuan yang haid dibelakang orang-orang, mereka bertakbir dengan orang-orang. - Adapun menurut riwayat Al-Bukhari - Umu Athiyah telah berkata,"Kami diperintah mengeluarkan perempuan-perempuan yang haid, maka mereka bertakbir dengan takbirnya orang-orang. Nailul Authar, III : 349

Selain itu perintah untuk bertakbir itu bentuknya mutlak, artinya tidak ada batasan dan ketentuan, pada pokoknya bertakbir baik sendirian, bersama-sama atau saling bergantian, kesemua itu tidak lepas dari pelaksanaan membaca takbir. Jadi, semua cara telah memenuhi perintah atau anjuran bertakbir.

B.2. Lafal Takbir

Ibnu Hajar menjelaskan:

وَأَمَّا صِيْغَةُ التَّكْبِيْرِ فَأَصَحُّ مَا وَرَدَ فِيْهِ مَا أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ:كَبِّرُوْا اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا...

Adapun shighah (bentuk) takbir, maka yang paling shahih adalah hadis yang ditakhrij oleh Abdur Razaq dengan sanad sahih dari Salman, ia berkata, “Takbirlah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, kabira. (Lihat, Fathul Bari, Dar al-Rayan li al-Turats, Kairo, 1986, Jilid 2, hal. 536)

Selanjutnya Ibnu Hajar juga menjelaskan

وَقِيْلَ يُكَبِّرُ ثِنْتَيْنِ بَعْدَهُمَا لا إله إلا اللَّه و اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وللَّهِ الْحَمْدُ جَاءَ ذلِكَ عَنْ عُمَرَ وَابْنُ مَسْعُوْدٍ

“Dan dikatakan ia bertakbir dua kali (Allahu Akbar, Allahu Akbar), setelah itu Laa ilaha illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Keterangan itu bersumber dari Umar dan Ibnu Mas’ud. (Lihat, Fathul Bari, Dar al-Rayan li al-Turats, Kairo, 1986, Jilid 2, hal. 536)

Keterangan di atas menunjukkan bahwa lafal takbir (sesuai dengan amal sahabat) hanya 2 macam:

(1) Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabiran.

(2) Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd.

sedangkan yang memakai lafal tambahan lain selain keterangan diatas, di dalam Fathul-Bari diterangkan: Laa asla lahu (tidak mempunyai sumber sama sekali), yaitu:

(1)Lafal Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabiira dengan tambahan wa lillaahilhamdu

(2)Lafal Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah

(3) Lafal panjang sebagai berikut

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا اللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا اللَّهَ مُخْلِصِينَ له الدَّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

C. Melaksanakan Salat ‘Ied

C.1. Waktu Salat ‘Ied

Awal waktu salat ‘ied ialah setelah meningginya matahari, kira-kira setinggi tombak. berdasarkan hadis Abdullah bin Busr, ketika beliau menegur keterlambatan imam seraya berkata, “Sesungguhnya kita (sebenarnya) sudah selesai shalat ‘ied seperti pada waktu sekarang, yaitu pada waktu shalat sunnah” H.r. Abu Daud No. hadis 1135, dan Ibnu Majah No. hadis 1317

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: Ungkapannya: حِيْنَ التَّسْبِيْحِ وَذَلِكَ yakni pada waktu shalat sunnah, yaitu jika waktu makruh shalat sudah berlalu, dalam riwayat shahih milik ath-Thabrani disebutkan: “Yaitu, ketika waktu shalat sunnah dhuha”. [Fathul Bari, II/529].

Yang afhdal ialah menyegerakan shalat ‘iedul ‘adh-ha jika matahari sudah naik kira-kira setinggi tombak [Irwaa‘ul Ghalil, al-Albani, III/100-101].

Hal tersebut disebabkan karena pada setiap hari raya terdapat amalan tersendiri. amalan hari raya ‘iedul ‘adh-ha adalah berqurban. Dan waktunya setelah pelaksanaan shalat, dan pada penyegeraan shalat ‘iedul ‘adh-ha terkandung keluasan untuk pelaksanaan qurban [al-Mughni, III/267].

C.2. Salat ‘Ied dilakukan sebelum khutbah.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ r وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ . رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إلَّا أَبَا دَاوُد .

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi saw. Abu Bakar, dan Umar melaksanakan salat ‘Ied sebelum khutbah.” H.r. Al-Jama’ah kecuali Abu Daud

C.3. Tidak Ada Adzan dan Iqamat Dalam Shalat ‘Ied.

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ r الْعِيدَ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إقَامَةٍ . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ وَأَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ

Dari Jabir bin Samurah, ia berkata, ”Aku salat ‘Ied bersama Rasulullah saw bukan sekali dua kali dengan tanpa adzan dan iqamah.” (H.r. Ahmad, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi

C.4. Tidak ada Salat sunat qabliyah dan ba'diyah salat Ied

Ada beberapa keterangan yang katanya menunjukkan bahwa para sahabat ada yang melaksanakan salat qabliyah atau ba'diyah salat ied, namun semua keterangan itu daif. Sedangkan berdasarkan hadis sahih adalah sebagaimana amaliyah Rasulullah saw. sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عِيْدٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهُمَا وَلاَ بَعْدَهُمَا. - رواه الجماعة -

Dari Ibu Abbas r.a, ia mengatakan, "Nabi Saw. keluar pada hari ied dan beliau salat dua rakaat yang beliau tidak salat sebelum ataupun sesudahnya” H.r.Al-Jamaah

C.5. Takbir Pada Salat ied

Hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah Takbir di dalam salat Ied, ada dua macam. Ada yang lemah dan ada pula yang kuat dan dapat dijadikan hujjah.

Hadis yang kuat adalah takbir 7 kali pada rakaat pertama (termasuk takbiratul ihram dipermulaan) dan 5 kali pada rakaat kedua (termasuk takbir ketika bangkit dari sujud kedua menuju rakaat kedua). Adapun hadisnya melalui sanad dari Amr bin Syua'aib, dari bapaknya, dari kakeknya. :

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ في عِيْدٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيْرَةً، سَبْعًا فِي الأُوْلَى وَخَمْسًا فِي الآخِرَةِ.

Sesungguhnya Nabi saw. bertakbir pada salat Ied dua belas takbir, yaitu tujuh pada rakaat pertama dan lima pada rakaat ke dua

Keterangan: Amr menerima hadis dari bapaknya yaitu Syu'aib, dan Syu'aib menerima hadis ini dari kakeknya yaitu Abdullah, sebagaimana tercatat pada kitab Abu Daud.

Perihal hadis ini Ad-Dzahabi menerangkan bahwa Syu'aib itu sezaman dengan kakeknya (Abdullah bin Amer bin Al-Ash) dan mendengar (belajar) daripadanya. Dengan demikian hadis tersebut tidak mursal alias mausul (bersambung).

Hadis dengan matan tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah, dan yang semakna (semacam) dengan itu diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan Ad-Daraqutni dengan lapal sebagai berikut :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلتَّكْبِيرُ فِي الفِطْرِ سَبْعٌ فِي الأُولىَ وَخَمْسٌ فِي الآخِرَةِ، وَالقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا.

Nabi saw. bersabda, "Takbir pada salat Iedul Fitri itu tujuh pada rakaat pertama dan lima pada rakaat akhir, dan bacaan (Fatihah dan Surat lain) setelah keduanya pada keduanya."

Imam Ahmad dan Ali bin Al-Madini menyatakan bahwa hadis ini sahih. Dan Imam Ahmad berkata, "Dan aku berpegang terhadap hadis ini" (Fiqhus Sunah, II : 270)

Sayid Sabiq menerangkan, "Bahwa takbir tujuh-lima adalah pendapat yang paling kuat dan menjadi pendirian kebanyakan ahli ilmu, baik dari kalangan Sahabat, Tabi'in ataupun Imam-imam. (Fiqhus Sunah, III : 270)

Sedangkan apabila ada yang beramal takbir satu kali sebagaimana salat pada umumnya, maka tidak ada dalilnya sama sekali walau sekedar yang lemah.

C.6. Bacaaan di antara Takbir Pada Salat ied

Tidak ada hadis shahih yang menjelaskan bahwa Nabi saw membaca do‘a atau dzikir tertentu ketika diam antara jumlah takbir shalat ‘ied. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah saw. [Tamamul Minnah, al-Albani, 349-350].

C.7. Salat ied lebih utama di Mushala (lapang/tempat terbuka)

Rasulullah memerintahkan kepada seluruh para sahabatnya agar keluar dan mengeluarkan siapa pun termasuk perempuan-perempuan pingitan atau yang sedang haid.agar menuju mushala. Dan mushala yang dimaksud pada saat itu adalah sebuah tanang lapang yang ada dipinggiran kota Madinah sebelah timur.

Tidak terdapat keterangan yang sahih bahwa selama 9 kali Rasulullah saw. mengalami iedul fitri, beliau menjalankan salat ied di masjid. Demikian pula halnya dengan para sahabat beliau. Ini menunjukkan bahwa salat ied di tanah lapang lebih utama karena sesuai dengan sunah Rasul. Adapun hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. salat dimesjid karena pada saat itu terjadi hujan hadisnya daif. Adapun redaksinya sebagai berikut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ أَنَّهُمْ أَصَابَهُمْ مَطَرٌ فِي يَوْمِ عِيْدٍ ، فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ العِيْدِ فِي المَسْجِدِ. - رواه ابو داود وابن ماجة والحاكم.

Dari Abu Huraerah r.a, sesungguhnya Nabi saw. pernah ditimpa hujan pada hari ied, maka Nabi saw. salat mengimami mereka salat ied tersebut di mesjid. H.r. Abu Daud, Ibnu Majah dan al-Hakim

Hadis ini daif (lemah sekali) Adz-Dzahabi mengatakan, "Hadis ini munkar" Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, "Pada sanadnya terdapat kelemahan" (Lihat, Fiqh Sunah,I : 268)

D. Menyimak Khutbah Setelah Salat Ied

Termasuk Sunnah Nabi ialah melaksanakan khutbah setelah shalat ‘ied. Dari sahabat Abdullah bin ‘Abbas berkata (artinya), “Aku pernah ikut shalat ‘ied bersama Rasulullah saw., Abu Bakar, ‘Umar dan Usman. Mereka semua mengerjakan salat sebelum khutbah. [H.r. Al-Bukhari dan Muslim]



Mendengarkan khutbah ‘ied meskipun hukumnya tidak wajib, namun alangkah ruginya apabila tidak disimak dengan sebaik-baiknya. Dari Abdullah bin as-Sa’ib, dia berkata (artinya), ”Aku pernah menghadiri ‘ied bersama Nabi saw, ketika selesai salat beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kami akan berkhutbah, maka barangsiapa ingin duduk untuk mendengarkannya, dipersilahkan untuk duduk’ [H.r. Abu Daud dan Ibnu Majah].

III. Amal Setelah Salat Ied

Dianjurkan untuk saling bertahniah (ucapan selamat). Hal itu berdasarkan amaliah (perbuatan) para sahabat sebagaimana dijelaskan oleh Jubair bin Nufair:

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذاَ إِلْتَقَوْا يَوْمَ العِيدِ يَقُولُ بَعْضُهَا لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ. قَالَ الحاَفِظُ إِسْناَدُهُ حَسَنٌ.

Adalah para sahabat Rasulullah saw., apabila saling bertemu satu sama lain pada hari raya ied, berkata yang satu pada yang lainnya, Taqabbalallahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan engkau). Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,

رَوَيْنَاهُ فِي الْمَحَامِلِيَاتِ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

"Kami telah meriwayatkannya dalam al-mahamiliyat dengan sanad hasan." (Fathul Bari, II:446)

Dalam riwayat Abul Qasim al-Mustamli (Hasyiah at-Thahawi ‘ala al-Maraqi, II:527) dengan redaksi

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

(Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan engkau)



Pembahasan secara lengkap insya Allah disampaikan pada makalah terpisah.



Minal Aidzin Wal Faizin

Bagaimana jika doa tahniah di atas diganti dengan doa lain seperti Minal 'aidzin wal faidzin atau doa lain-lain ? Hingga saat ini kami belum menemukan dari mana sebenarnya lafal Minal Aidzin Wal Faiziin atau doa – doa yang lain berasal. Sayang sekali jika sebagian dari kita mempergunakannya dalam perayaan iedul fitri, terlebih lagi jika disertai niat bahwa ucapan tersebut merupakan sunah, dan lebih memprihatinkan lagi bila disangka bahwa lafal itu bermakna “Mohon Maaf Lahir & Batin” Karena itu marilah kita masyarakatkan doa tahniah yang diamalkan para sahabat di atas agar lebih sesuai dengan sunah Rasul saw

Adakah syari’at meminta maaf sebelum Ramadhan?

Adakah syari’at meminta maaf sebelum Ramadhan?

Pertanyaan:

Ana dpt sms spt ini “Pada akhir khotbah Jumat terakhir bulan Sya’ban Rasululloh mengucapkan amin..amin..amin..Selesai sholat sahabat bertanya mengapa Rasul mengucap amin sampai 3 kali. Nabi menjawab, Aku mengamini doa Jibril kepada Alloh :

1. Ya Alloh abaikanlah pahala puasa umat Muhammad apabila menjelang Ramadhan mereka tidak mohon maaf terlebih dahulu kepada ke 2 orangtuanya
2. Ya Alloh abaikanlah pahala puasa umat Muhammad apabila menjelang Ramadhan mereka tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri
3. Ya Alloh abaikanlah pahala puasa umat Muhammad apabila menjelang Ramadhan mereka tidak saling bermaafan terlebih dahulu dengan orang lain di sekitarnya.Marhaban Ya Ramadhan,dari lubuk hati yang paling dalam mengucapkan mohon maaf lahir & batin….”

Yang ana tanyakan apa benar isi sms di atas? apakah slg meminta maaf sblm Ramadhan ada tuntunannya dlm syariat?
Jazakumullohu khoiron.

Jawaban:
Hadits yang menyebutkan tentang doa Jibril dengan lafazh tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits, sehingga orang yang menyebutkan haidts tersebut tidak ada yang bisa menyebutkan dari riwayat siapa. kalaupun ada yang menyebutkan, ternyata setelah dirujuk lafazhnya jauh berbeda yaitu:

(أخبرنا) أبو عبد الله الحافظ وأبو سعيد بن أبى عمروقالا ثنا أبو العباس هو الاصم ثنا الربيع بن سليمان ثنا عبد الله بن وهب عن سليمان يعنى ابن بلال عن كثير بن زيد (ح وأخبرنا) القاضى أبو عمرو محمد بن الحسين بن محمد بن الهيثم البسطامى أنبأ أحمد ابن محمود بن خرزاذ قاضى الاهوازثنا موسى بن اسحاق (1) الانصاري ثنا ابراهيم بن حمزة الزبيري ثنا عبد العزيز بن أبى حازم عن كثير بن زيد عن الوليد بن رباح عن أبى هريرة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم ارتقى المنبر فقال آمين آمين آمين فقيل له يارسول الله ماكنت تصنع هذا فقال قال لى جبرئيل عليه السلام رغم انف عبد دخل عليه رمضان فلم يغفر له فقلت آمين ثم قال رغم انف عبد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت آمين ثم قال رغم انف عبد ادرك والديه أو احدهما فلم يدخل الجنة فقلت آمين

“Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw naik mimbar kemudian bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Lalu ditanyakan kepada beliau saw: “Mengapa anda berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril as berkata kepadaku: ‘Celakalah seorang hamba yang melewati Ramadhan tetapi tidak mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celakalah seorang hamba yang tidak bershalawat kepadamu ketika namamu disebut’, maka kukatakan, Amin, Kemudian Jibril berkata lagi ‘Celakalah seorang hamba yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya masih hidup, namun tidak bisa membuatnya masuk Jannah (karena tidak mau berbakti kepada orang tuanya)’, maka aku berkata: ‘Amin’..
HR As Sunanu Al Kubra, Al Baihaqi 4:304

Dari sini , mengkhususkan bermaafan menjelang Ramadhan tidak ada tuntunannya, adapun bermaafan itu hendaknya dilakukan di setiap waktu dan tempat (ketika terjadi kesalahan), tidak dikhususkan pada waktu dan tempat tertentu. wallahu a’lam-

(1) ى - ابن ابي اسحاق

By ; Ponco Edy S , Pemuda Persatuan Islam Harjamukti

NILAI DAN PAHALA SHOLAT


            NILAI DAN PAHALA SHOLAT

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ     
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Al Qur’an ini dan dirikan sholat,Sesungguhnya sholat itu menghalangi dari kejelekan dan kemungkaran. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar rahmatNya  dari pada taat kalian kepadaNya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan.( QS Al Ankabut :45)                                                                                         

عَنْ عُبَادَةَبْنِ الصَّامِتِ ... سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَقُوْلُ: خَمْسُ صَلَوَاتٍ إِفْتَرَضَهُنَّ الله عَزَّوَجَلَّ مَنْ أَحْسَنَ وُضُوْئَهُنَّ وَصَلاَّهُنَّ لِوَقْتِهِنَّ وَأَتَمَّ رُكُوْعَهُنَّ وَسُجُوْدَهُنَّ وَخُشُوْعَهُنَّ كَانَ لَهُ عَلَى اللهِ عَهْدٌ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلَيْسَ لَهُ عَلَى اللهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ غَفَرَلَهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ. ﴿ رواه أبوداود ١: ١١٥ رقم ٤٢٥

Dari Ubadah bin Shomit ... Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Lima kali shalat (sehari semalam) Allah telah memfardukan, siapa yang berwudlu untuk shalat itu dengan sebaik-baiknya (menurut yang dicontohkan Nabi SAW) dan sholat pada waktunya, menyempurnakan ruku’, sujud dan khusu’nya maka Allah berjanji untuk mengampuni orang itu dan siapa yang tidak mengerjakannya maka Allah tidak berjanji untuk mengampuninya, bila Ia menghendaki akan mengampuni dan bila Ia menghendaki menyiksanya.  ( HR. Abu Daud I:115 no.425 )

عَنْ عَمَّارِبْنِ يَاسِرٍقَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنّ الْعَبْدَلاَ يُصَلِّى الصَّلاَةَ مَايُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلاَّعُشُرُهَا,تُسُعُهَا, ثُمُنُهَا, سُبُعُهَا, سُدُسُهَا, خُمُسُهَا, رُبُعُهَا, ثُلُثُهَا, نِصْفُهَا.
﴿أحمد, عون المعبود ٢:١٦۹ رقم ۷۸٥﴾
Dari Ammar bin Yasir berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah ia shalat sebagaimana yang diwajibkan kepadanya melainkan pahalanya (mendapat) sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, seperdua. (HR. Ahad. Aunul Ma’bud 2:169 no. 785)



قَالَ أَبُوْالْعَالِيَّةِ: إِنَّ الصَّلاَةَ فِيْهَا ثَلاَثُ خِصَالٍ: فَكُلُّ صَلاَةٍ لاَيَكُوْنُ فِيْهَاشَيْئٌ مِنْ هذِهِ الْخِصَالِ فَلَيْسَتْ بِصَلاَةٍ: أَلإِخْلاَصُ وَالْخَشْيَةُ وَذِكْرُاللهِ. فَاْلإِخْلاَصُ يَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالْخَشْيَةُ تَنْهَاهُ عَنِ الْمُنْكَرِوَذِكْرُاللهِ أَلْقُرْآنُ يَأْمُرُهُ وَيَنْهَاهُ.
Abul Aliyah berkata: Sesungguhnya pada shalat itu ada tiga hal, maka shalat apapun yang tidak ada salah satu dari tiga hal tersebut maka bukanlah shalat yang sesungguhnya. (1), Ikhlas, (2) Khawatir kehilangan rahmat-Nya, (3) Dzikir kepada Allah. Ikhlas itu memerintahkan dirinya untuk melakukan yang ma’ruf, Khosyah itu menghalangi dirinya dari kemungkaran dan dzikrullah itu adalah Qur’an yang memerintahkan dan melarang dirinya.  ( Ibnu Katsir 3:503 )

Sabtu, 30 Juni 2012

AYAT-AYAT TENTANG ADZAB KUBUR (BAG 2)


AYAT-AYAT TENTANG ADZAB KUBUR (BAG 2)

وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (٤۷)
Dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.      QS At Thur :47

حدثنا ابن عبد الأعلى، قال: ثنا ابن ثور، عن معمر، عَنْ قَتَادَةَ، أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَقُوْلُ: إِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ فِي الْقُرْآنِ. ثُمَّ تَلاَ( وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ ) .
حدثني عليّ، قال: ثنا أبو صالح، قال: ثني معاوية، عن عليّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَقَوْلُهُ ( وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ ) يَقُوْلُ: عَذَابُ الْقَيْرِ قَبْلَ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Dari Qatadah, bahwasannya Ibnu Abbas ra berkata :  sesungguhnya tentang  adzab kubur itu ada di Qur’an kemudian beliau membaca ayat : wainna lilladzina......        
Dari Ali, dari Ibnu Abbas ra, firman Allah wainna lilladzina...... beliau berkata :  itu adalah tentang adzab kubur, sebelum adzab pada hari kiamat.       
At Thabari 13:44 No 25075

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (۱۰۱)

Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.       QS At Taubah : 101

حدثنا محمد بن عبد الأعلى قال، حدثنا محمد بن ثور، عن معمر، عن الحسن:(سنعذبهم مرتين)، قال: عَذَابُ الدُّنْيَا وَعَذَابُ الْقَبْرِ.
وقال ابن جريج: عَذَابُ الدُّنْيَا، وَعَذَابُ الْقَبْرِ، ثُمَّ يُرَدُّوْنَ إِلَى عَذَابِ النَّارِ.
Dari Al Hasan Bishri, ayat sanuadzibuhum marratain, beliau berkata : itu adalah adzab dunia dan adzab kubur. Dan Ibnu Juraij berkata : itu adalah adzab dunia dan adzab kubur, kemudian dikembalikan ke adzab neraka.    Ibnu Katsir  2:469, At Thabari 7:14 No 13316

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (۲۱)
Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).    
QS As Sajdah : 21

قال البراء ابن عازب، و مجاهد : اَلْعَذَابُ اْلاَدْنَى عَذَابُ الْقَبْرِ
Al Barra’ bin Azib dan Mujahid berkata : maksud kalimat Al Adzabul Adna adalah adzab kubur
Al Qurthubi 14:98




Makalah ke 115